KESALAHAN YANG JARANG KITA SADARI DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI SEKOLAH



KESALAHAN YANG JARANG KITA SADARI DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DI SEKOLAH

A. Cara Menyebutkan Wilayah NKRI.
Pada saat membahas materi "Proklamasi Kemerdekaan dan Terbentuknya NKRI" didalamnya selalu ada materi tentang persyaratan terbentuknya sebuah negara, yaitu :
1.                   mempunyai wilayah
2.                  mempunyai penduduk 
3.                  mempunyai pemerintahan yang berdaulat
 Persyaratan yang pertama itulah yang selama ini secara tidak kita sadari ada kesalahan pembelajaran yang telah kita lakukan. Kalau saya tanyakan kepada siswa "Manakah wilayah RI?", murid murid selalu menjawab serempak " Dari Sabang sampai Merauke!!!!! "
 Jawaban salah yang selama ini selalu kita anggap benar. Padahal bukan itu jawabannya. Kalau benar wilayah RI dari Sabang sampai Merauke, mengapa Sabah, Serawak, Brunei, Timor Leste bukan RI? padahal wilayah wilayah tersebut terletak diantara Sabang sampai Merauke.
Yang benar dalam pembelajaran sejarah kalau kita menyebutkan wilayah RI adalah Bekas Hindia Belanda bukan dari Sabang sampai Merauke. Jawaban tersebut sudah menjawab secara jelas wilayah RI. Sabah, Serawak, dan Brunei (yang wilayahnya berada di Pulau Kalimantan) bukan RI karena jajahan Inggris, Timor Leste bukan RI karena jajahan Portugis. Jawaban tersebut juga memperjelas mengapa Papua ( dulu Irian Jaya) dan NAD sah merupakan wilayah RI, karena kedua wilayah itu adalah bekas Hindia Belanda.
Itulah penyebab mengapa Yogyakarta Hadiningrat pada awal kemerdekaan tanggal 19 Agustus 1945 oleh PPKI tidak dimasukkan dalam salah salah satu wilayah Propinsi RI, karena Yogyakarta tidak pernah dijajah oleh Belanda. Yogyakarta bergabung dengan RI secara sukarela dengan kebesaran hati Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan rakyat Yogyakarta sebagai wilayah RI dengan status Daerah Istimewa tanggal 5 September 1945.

B. Tanam Paksa 
Materi berikutnya adalah materi Tanam Paksa yang diajarkan pada mata pelajaran IPS SMP kelas 8 semester 1. Banyak bapak ibu guru yang menerangkan bahwa "Cultuur Stelsel" yang diusulkan oleh Van Den Bosch itu artinya tanam paksa, padahal penjelasan tersebut salah. "Cultuur" dalam bahasa bahasa Belanda apabila diartikan adalah ' Cara/Budaya", sedangkan "Stelsel" berarti menanam. Sehingga apabila diartikan secara utuh Cultuur Stelsel berarti Cara/Budaya Menanam, bukan Tanam Paksa.
Mengapa akhirnya disebut Tanam Paksa? Sebutan tanam paksa tersebut disebabkan dalam pelaksanaan Cultuur Stelsel diwarnai dengan cara cara memaksa/intimidasi, sehingga secara salah kaprah kita menyebutkan Cultuur Stelsel artinya Tanam Paksa.

 C. Nama Pendiri Indische Partij
Apabila kita menyebutkan Tiga Serangkai sebagai pendiri Indische Partij, kita selalu menyebut nama :
1. dr Cipto Mangunkusumo
2. dr Setiabudi Danurdirja ( Douwes Dekker)
3. Ki Hajar Dewantara
Nama ketiga inilah yang harusnya kita perbaiki dalam pembelajaran sejarah. Yang benar salah satu  pendiri Indische Partij adalah R.M. Suwardi Suryaningrat. Memang benar nama Ki Hajar Dewantara itu adalah nama lain dari R.M. Suwardi Suryaningrat, akan tetapi nama Ki Hajar Dewantara itu baru dikenal jauh setelah berdirinya Indische Partij. Bukankah Sejarah itu terikat oleh "Ruang dan Waktu?" Sama seperti kalau kita menyebut "Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said", bukan "Perlawanan Sultan Hamengku Buwono I dan KGPAA Mangkunegara", karena pada saat melawan Belanda beliau berdua belum mempunyai gelar tersebut. Baru setelah Perjanjian Giyanti Tahun 1755 Pangeran Mangkubumi bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono dan setelah Perjanjian Salatiga Tahun 1757 Raden Mas Said/Pangeran Samber Nyawa bergelar KGPAA Mangkunegara.

D. Peringatan Hari Besar yang salah Makna
Yang mengusik hati saya adalah peringatan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu, yang sekarang ini dimaknai sebagai bentuk pengorbanan dan kasih sayang antara Ibu dengan anak. Pada hari itu sggal erring kita melihat atau menyaksikan anak anak memberikan ucapan selamat Hari Ibu kepada Ibunya dengan memberikan bunga sebagai tanda kasih sayang. Padahal bukan itu maknanya. Tanggal 22 Desember 1928 di Jakarta diselenggarakan Kongres Wanita yang pertama kali oleh organisasi organisasi kewanitaan di Indonesia waktu itu dengan tujuan untuk ikut berpartisipasi dan membangkitkan semangat persatuan wanita dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda, bukan Kongres Wanita yang bertujuan untuk membahas kasih sayang ibu dengan anak.
Kalau menurut saya harusnya tanggal 22 Desember bukan diperingati sebagai Hari Ibu, tetapi sebagai "Hari Pemberdayaan Perempuan Indonesia" supaya peringatan PHBN tanggal 22 Desember tidak salah makna.


Category: 0 komentar